Pacar Bohonganku, Tunanganku #1

Aku, Tina. Aku kira cinta pada pandangan pértama yang sering ada di televisi hanya cerita fiktif belaka. Tapi semenjak aku alami sendiri, tak khayal membuatku percaya semua itu benar adanya. Beginilah kisahnya, berawal dari pandangan pertama yang seperti embun jatuh. Begitu bening dan menyejukan, hingga engkau dapat berkaca pada tiap butirnya. Sebening itu juga cahaya bola matanya yang memantulkan pandangan diri didalamnya.

Pukul 13.00 di restoran ayam daerah Demang. Bersama teman-teman aku menikmati santapan ayam dan secangkir besar cola. Kami duduk di arah selatan dari tangga, dan di lantai 2 hanya ada sedikit orang yang makan disini selebihnya mereka memilih makan di bawah. Hal itu lebih praktis sebab tidak perlu capek membawa naik menunya. Dari segelintir orang itu, duduk sebaris dengan ku seorang pria berparas cina dengan bola mata coklat yang berbinar memantul dari kacamatan minus berlis hitamnya. Sedari tadi rupanya dia mengamatiku. Aku bahkan tidak menyadari dalam kenikmatan cola yang kuseruput. Entah apa yang ada dalam pikirannya ketika itu. Dia sendirian, angin apa yang menuntunnya kesini. Tak banyak yang aku pikirkan soal dia. Rasa lapar terkadang membuat orang lupa akan hal disekitarnya.

Usai menghabiskan menu siang itu, aku beranjak kebelakang guna membasuh tangan di westafel. Dari kaca kulihat sosok seseorang mendekat dalam hitungan detik dia sudah ada disampingku. Saat itu aku tetap acuh padanya meskipun ia tersenyum pada orang yang tak mengenalnya. Tak lama kutinggalkan dia dan menuju ke mejaku, tapi tiba-tiba ada yang memegang tangan ini. Hangat jemarinya lembut menjamah tanganku. Akupun tersentak dan berbalik, wajahnya jadi aneh karena memerah. Kulit putihnya seakan membiarkan rona wajah itu semakin jelas. Dalam hati aku bertanya, "siapa kamu?" Jantungku berdetak tak seperti sekian detik yg lalu. Aku merasa darahku naik hingga ke otak dan mematikan akal sehatku. Aku hanya terpaku dan terpana pada pria di depanku itu. Akhirnya ia membuka mulutnya, aku biarkan suara itu menari di telingga. "Boleh minta tolong sesuatu?" Aku tak percaya dan menunjuk diriku, mencoba menyakinkan dia sedang berbicara padaku. Ia hanya mengangguk menunggu aku menjawabnya. "Bantu apa?" Kemudian ia terdiam, di tempat lain kedua temanku mungkin sedang heran karena sudah 10 menit aku belum kembali ke meja. Suaranya begitu cepat hingga sulit kutangkap, "jadilah pacar bohonganku !" Pandangannya jatuh ke bawah dan tak berani melirik. Aku binggung harus menjawab apa, lagipula siapa dia sejak tadi aku tak paham. Aku tersenyum kecut dan berjalan pergi. ia mengikuti dari belakang. Melihat aku datang kedua temanku berjalan ke arah berlawanan, mereka menuju ke westafel. Ternyata sedari tadi mereka menungguku. Melihat aku duduk sendirian, pria itu datang menghampiriku lagi. Ia berdiri disamping mejaku, kali ini dia menceritakan alasan dari pertanyaannya tadi. Aku tak melihat kecurangan dalam kata-katanya. Dan tanpa kusadari pula, makin terpesonaku olehnya. Ia meminta nomor telepon dan berhasil mendapatkan itu sebelum kedua temanku muncul.
pukul 7 malam, dirumah
Ada 2 pesan dari nomor tak kukenal :
"maaf menganggu waktu kamu"
"Aku yang tadi siang"
Aku tau siapa pengirimnya, lantas aku mengirimkan balasan :
"tidak masalah. Iya aku tau kamu "
2 hari sudah kami berkirim pesan. Namanya kevin, Ia banyak menceritakan tujuannya mencari pacar sementara, yang seperti pacar kontrak. Entah badai apa yg membawaku pada rencananya.
Esoknya, pukul 10 pagi ia menjemputku. Tak jelas ia menyetir mobilnya. Tiba-tiba kami sudah ada di sebuah butik ternama. Seperti di film ataupun serial FTV, para pelayan toko membondongku memilah-milah gaun. Apa mungkin aku bisa jadi cinderella dengan akhir cerita yg membahagiakan sebelum waktunya habis tepat tengah malam. Salah satu pelayan menyodorkan gaun merah dengan pita dibelakang, sedangkan pelayan lain menuntunku menuju ruang pas. Aku mencocokkan gaun itu dan menunjukkan pada kevin. Ia nampak senang. Lalu ia menarik tanganku sebelum aku menganti pakaian. Mobil berhenti d sebuah salon besar dan salah satu pria gendut yang sedikit kemayu datang menghampiri kami. Seketika rambutku dalam tatanan yg berbeda. Sanggulan modern dengan gaun merah yang indah.
Jam 1 siang, kami memarkir mobil di halaman depan gedung pernikahan.
Ternyata satu hal yg kurang yaitu sepatu untuk cinderella. Sambil menjinjing tas berisi sepatu, kevin membukakan pintu mobil dan duduk jongkok memasangkan high heels bewarna silver. Ia bahkan memuji dirinya sendiri sebab dapat menemukan ukuran yang pas untukku.
Kami berjalan masuk ke aula penikahan. Disana telah banyak hadirin. Meja-meja sudah hampir terisi penuh. Dari kejauhan seorang ibu cantik melambaikan tangan kearah kami. Di samping ibu itu ada seorang pria yang mungkin suaminya. Meja dengan taplak putih dihiasi vas bunga mawar putih begitu mengesankan kesucian dari cinta kedua pngantin pada hari ini.
***
Mereka berdua salah satunya anggota keluarga kevin. Sepupu perempuannya begitu tampil bak dewi di pelatarannya. Kevin mengajakku duduk dimeja yang sama dengan orangtuanya. "Ini siapa vin.. manisnya." Papanya hanya tersenyum setelah perempuan paruh baya itu melontarkan keingintahuannya. Mama Kevin sangat cantik, dengan rambut pendeknya, dan poni sasak dibalut gamis hitam berlis gold mempertegas kesannya yang begitu elegan. Kevin bersikap tenang menjawabnya, "pacar kevin ma, kenalin." Sambil meneguk air putih. "Kalian belum makan, ajak cicipin hidangannya dong vin.." aku masih malu untuk menegakkan kepalaku dihadapan orang2 ini. Tapi kevin mengenggam tanganku dan kami berhenti di meja makanan berat. "Ada sate padang kesukaanku," liur seolah mau menetes melihat kikil dan tunjang sapi ditambah saus padang yang merah kental, begitu mengugah selera pencintanya. Tanpa sengaja tangan kami sama-sama menjangkau makanan itu. Kevin nampak senang dengan apa yang baru saja terjadi. Masing-masing dari kami membawa 1 porsi sate itu ke meja. "Ehh jangan sayang, jangan makan! Kevin...kenapa kamu kasih itu." Wajah mamanya tampak khawatir. Untuk mencairkan suasana aku mulai percakapan, "aku suka makanan ini tante" ku kibaskan senyuman selebar-lebarnya untuk meyakinkan. Kevin memanfaatkan kesempatan ini, "karna itulah kami cocok ma, dia beda dari cewek lain". Mamanya cukup lega setelah menerima penjelasan sang sulung tadi. Suami istri itu hanya menyantap roti cane dan air putih. "Vin, coba deh kamu ambilin Tina minum." Lalu kevin beranjak pergi meninggalkan kami bertiga. Aku mati gaya, sendirian diantara orang yang baru kukenal. Harus berkata apa pada mereka, aku binggung. Tanpa basa-basi Mama kevin memberikan sejumlah pertanyaan yg tak bisa kujawab skligus dan meberikan pengarahan tentang putranya, "sayang kalian kenal dimana, terus gimana kalian bisa pacaran gini. Eh iya, dia anaknya pendiem tapi kalo udah nanya, segudang tuh pertanyaannya. Kamu sabar aja yah memang dia bawel kalo sama orang yg disayang." Akupun menjelaskan apa adanya, hanya bagian 'pacar bohongan' aku cut agar tak menjadi masalah. Sedari mengikuti percakapan kami, suaminya merasa asyik dan bertanya padaku. "Nak, orangtua kamu kerja dimana?", "di balai perindustrian om". "Oh..iya om tau. Kamu berapa bersaudara?" "Tiga om, saya anak kedua" "saling melengkapi dong, kevin anak pertama tuh sedikit egois. Anak keduakan selalu bisa mengalah dan baca situasi" sambil tersenyum menyanjung. Sang mama lalu ikut menambahi pembicaraan yg semakin hangat ini, "pa, kalo gak salah kantor itu yang pernah kerjasama sama perusahaan kamu kan?" "Iya ma, kalo gitu om boleh minta nomor hape papa kamu. Sekalian kalo ada yang mau d riset bisa sama papa kamu!" Semakin lama aku semakin menikmati keakraban ini. Aku menoleh ke belakang, kulihat kevin bersama gadis yang masih keturunan cina. Mereka tampak berdebat sambil menunjuk kearahku. Setelah aku berbalik ternyata Kevin sudah duduk di sampingku.
"Udah sore, kita pulang yuk" ajakannya memberi kemenangan bagiku yang dari tadi ingin cepat pulang.
Kami pamit pada kedua orang tuanya, dan menghampiri kedua pengantin. Mata sang wanita berkedip pada Kevin seraya menyiratkan 'siapa itu, pacar kamu?'.
dimobil kevin hanya diam. Mobil terus melaju hingga tak terasa kami sudah hampir tiba d rumahku. Di jalan dekat PS mall ia memperlambat mobil dan mencoba menanyakan apa yg sdh kami ceritakan di meja tadi. Tepat ddpn Tvri ia menghentikan mobil. Raut mukanya seperti orang binggung. Ia mereka-reka pembicaraannya dengan gadis tadi. Dalam benaknya ia berpikir, "bukankah kedua orangtuaku tampak bahagia dengannya. Tak seperti saat aku menjalani hubungan dengan Rhena dulu. Mereka bahkan tak sedikitpun terlihat akrab. Apa mungkin ini benar takdir yg harus aku mantapkan sendiri." 5 menit berselang kami berdua hanya diam. Aku mulai bertanya dengannya tentang apa yang dia pikirkan sejak tadi. Kemudian dia mendehem "Hmm.. Akan sia-sia jika perkenalan ini hanya berakhir disini. Apa mungkin bagi kamu untuk jadi pacar sebenarnya bagiku?". Akupun speechless bahkan mulutku terasa kaku untuk d buka. Aku melirik kearahnya, dan dia langsung menangkap pandanganku itu. Pipi chaby ku memerah seperti hidung badut. "Bukankah kamu bilang hanya sekedar bohongan, tidak akan pernah lebih!" Aku mempertegas kata 'lebih'. "Kita tidak akan pernah tahu apa yg terjadi selanjutnya. Dan inilah yang terjadi, aku suka kamu..." deru roda-roda mungil pada gendongan jalan itu tak memecahkan pembicaraan yg serius ini. "Tapi aku muslim, dan kamu bahkan tak tahu tentang kehidupanku, siapa aku dan keluargaku." Kucoba membuatnya menarik kata2nya tadi. "Aku juga muslim, bahkan orangtuaku juga. Dan aku bisa memahami siapa kamu, keluarga kamu dan bagaimana kehidupanmu, bila kamu beri aku kesempatan saat ini."
pukul 5 pagi, sudah ada 2 panggilan tak terjawab dan 1 SMS dari Kevin.
"sayang, bangun... Bukankah kamu harus sholat dan menyiapkan sarapan ?"
Pagi yg dingin dg sambutan yg hangat membuat aku bersemangat menyambut pagi.
Jam 7.30 ada pesan masuk lagi,
"Darling, met memasak yaa pasti seneng kalo bisa nyobain masakan kamu"
Pukul 12.05 SMS dari nomor yg sama,
"Yank, buruan gih makan siang. Jaga kesehatan ya "
Pukul 10.10 malem,
"Sayang met bobo, jgn lupa baca doa.
Aku sayang kamu "
 aku melihat keseriusannya, tentang ungkapan sayangnya padaku. Perlahan, aku yg tak punya rasa kpdnya mulai merasakan ketertarikanku. Diri ini memang butuh sosok yg selalu jadi penyemangat dan penghibur kala berduka dan bahagia. Luluhnya hatiku, membuatku bersandar padanya yg membuatku terasa beruntung telah menemukannya di antara jutaan orang. Semakin hari semakin aku merindukannya, menanti ✆ dan sms dari dia. Kemudian aku mulai sepi saat dia sibuk dg kuliahnya ataupun teman2nya. Jiwaku gusar ketika seharian dia tak mengabariku. Ketika kucoba menghabiskan hari tanpanya dan berjalan dikeramaian, tak sedikitpun aku merasa ada. Aku kosong jika ia tak disisiku.
Setelah aku seharian diluar, rasa letih menuntunku ke tempat tidur. Saat hampir terlelap, ada bunyi pesan masuk yg aku kenal betul suaranya. "Oogh..ooh..Oogh..ooh" dengan tangkas ku gapai hape dan membuka pesannya. "apa yg akn kamu lakukan jika mnjadi aku?" Belum sempat aku membalas dia menelpon. Dalam percakapan itu, dia utarakan masalah yg sedang di hadapinya. Aku hanya bisa mendengarkan dengan hati yg merintih, inilah sakit yg kurasa saat hati hanya bisa menahan amarah dan kesedihan secara bersamaan. Ia bilang orangtuanya sdh menyiapkan calon tunangan yg paling baik utknya, lebih pantas, dan yg akn sllu ia cintai. Di pesta waktu itu, orangtuanya sempat menceritakan perjalanan cinta kevin dg rhena yg sdh berjalan 3thn dg penuh suka. Dan aku yakin, dialah calon tunangan untuk kevin. Sedangkan usia pacaran kami hanya seumur jagung yg baru d mulai namun akan berhenti scpt bunga yg dipetik dan layu. Bagaimanapun yg aku tahu, orangtua adalah sumber kebahagiaan kita. Sdh sepatutnya kita menuruti apapun kemauannya sekalipun harus korbankan kebahagian sendiri. Kubujuk ia utk menurutin permintaan itu. Ia pun marah dan lgsng menutup ✆ nya. Ku putar nomornya, tapi hape nya mati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAPPILY!!

Puisi Untuk Sahabat