Pacar Bohonganku, Tunanganku #2

Stelah 3 hari aku menunggu kabarnya, akhirnya dia menjemputku d rumah.
Sedari tadi suasana hening, hingga mobil berhenti di pintu masuk Jakabaring Sport Center. Aku tak sanggup dalam situasi ini, pandanganku tertuju pada aliran air yg ada d bwh jembatan. Bunga-bunga lotus bermekaran menapak d atas air yg tenang, namun tak setenang hatiku saat ini. Kukira dia akan tetap bungkam dan duduk tenang d mobil. Ia keluar dan mendekat. "Hatiku meminta untuk menerima permintaan itu, tapi tahukah kamu apa yg sedang aku hadapi? saat ini hatii kecilku meronta dan mencambuk sanubariku untuk menghentikan permintaan yg menyebalkan itu..sayang, bantulah aku"
Nurani ku bergetar mendengar kata2nya, "apa yg bisa kulakukan?" Nada bicaraku penuh keibaan.
Jam 4 sore setibanya dirumah kevin.
Sang mama sedang menyiram bunga2 kesayangannya dg penuh cinta. Sementara sang suami menyeruput kopi dengan spiring biskuit sambil memperhatikan sang dewi yg serupa peri bunga mempesona. Sontak mereka terkejut melihat kedatanganku, namun raut wajah bahagia terpahat disana.
Aku berusaha tegar, ku hela nafas dalam2 agar tak merasa gugup. Sapaan hangat d sore hari dari mereka membuatku lupa untuk apa aku datang kesini. Sang ayah menawariku biskuit dan teh hangat, sementara ibunya menghentikan pekerjaannya untuk menemaniku. Hanya saja Kevin gusar menungguku membuka pembicaraan. Lagat sang anak itu tertangkap mata oleh sang ibu. Namun ibunya mengabaikan hal itu dan tetap bercakap denganku. Beliau bertanya banyak hal tentang kehidupan pribadiku. Diluar langit semangit gelap, Kevin mengantarku pulang dengan kekecewaan. Aku tak bisa membantunya meyakinkan kedua orang itu. Dia tampak kesal padaku, sepanjang jalan ia terus diam.
Keesokan harinya aku bangun dan melihat pesan di handponeku ternyata tak ada apapun dari Kevin. Hatiku sedih setelah kucoba menghubunginya tapi tak satupun panggilanku diterimanya.


3 hari sudah kami tak berterima kabar. Desah angin pun kusiratkan menyampaikan kerinduan ini. Sikap acuhku telah mematikan keinginan untuk melihatnya. Aku ini gadis yang acuh, engan mendului, dan gampang bosan, tapi dalam palung hatiku ini rasa rindu mencambuk perih.
Esoknya, ku coba beranikan diri mendatangi rumahnya. Di perjalanan kesana aku membeli lumpia durian di salah satu toko kue langgananku. Ku bulatkan tekat untuk mengunjunginya karena aku tau hari ini, tepat jam 1 siang dia ada di rumah. Tak ada firasat apapun dalam perjalanan kesana. Setibanya pagar sudah terbuka, kulihat di depan pintu ada seorang gadis yang mengendong kucing persia berwarna kecoklatan. Mama Kevin menjamunya dengan suka. Gadis itu tak asing, aku pernah melihatnya di pesta pernikahan sepupu Kevin. Hatiku ciut, ku pasrahkan untuk pulang. Dalam pikiranku terbayang dialah tunangan yang dimaksudkan. Tiara namanya, gadis berparas cantik, bertubuh semampai, kulitnya putih bersih sangat terawat, rambut panjang, tebal dan hitam sempurna menjadi mahkota dirinya. Dia sempurna untuk disandingkan dengan Kevin. Belum sempat kumasuki pagarnya, aku berlalu pergi. Kevin yang melaju dari arah sebaliknya memacu mobilnya untuk mengejar motorku. Dia memanggil-manggilku dan memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, akupun ikut berhenti namun tak turun. Ia mendekatiku dan mengajakku masuk ke rumahnya. Aku menolak, dan kutitipkan kue favorit mamanya. Namun ia terus membujuk rayu aku. Tak habis akalku dengan alasan kuliah lagi, akhirnya ia melepaskan aku pergi.
Kevin pulang tanpa tau Tiara ada disana. Andai dia tau, pasti dia tak akan mau pulang. Terlanjur sudah ia masuk dan melihat Tiara sedang bercanda gurau dengan sang ibu. Namun diabaikan olehnya dan berlalu pergi naik ke lantai atas, ke kamarnya. Ia kunci pintu dan merebahkan tubuhnya. Matanya terus memandangi jam dinding tepat depan ranjangnya. Jemarinya terus mengetik sms yang selalu dia hapus sebelum memutar nomor tujuan. Ia menjadi gelisah, dan menerka-nerka kalau kepulangan Tina disebabkan adanya Tiara di rumah.
Kini waktu Kevin terkuras untuk Skripsinya. Tak banyak lagi waktu untuk bersenda gurau ataupun sekedar berkeliling sebentar dengan Tina. Bahkan Kevin seakan acuh dan tak berniat mengiriminnya kabar. Tina terduduk lesu di kelas. Tepat di hari jumat jam 12 siang, di depan SMA negeri di dekat area TPU Puncak ia mengalami kecelakaan. Syukurlah hanya motornya yang penyok, ia hanya mengalami luka gores yang tak terlalu parah. Kabar ini sampai pada Kevin, mungkin adik yang memberitahunya. Kevin datang dengan membawa satu parcel buah dan setangkai bunga mawar.
Bukan hanya Kevin yang khawatir dengan keadaan Tina saat itu, sang nenek langsung membawa beras kuning dan menghamburkan beras itu di sekujur badan Tina serta motornya. Orang-orang dulu menyebutnya 'tolak balak' atau musibah jangan datang.
Keesokan harinya, Kevin telah menungguku di depan rumah. "Sayang hari ini dan seterusnya biar aku yang hantar-jemput kamu !" Aku membalasnya dengan senyuman. Saat membuka pintu mobil, di jok kulihat sebatang coklat tertulis 'selamat pagi' lalu kuambil dan kuserahkan pada Kevin. Ia mulai tersenyum sedang aku mengernyitkan dahiku. "Buat harimu menjadi manis, sayangku" sambil menyalakan mobilnya, "makanlah buat mengajal perut."Aku belum mau banyak bicara padanya, kumasukan coklat itu kedalam tas. Suasana berubah hening. Meskipun dalam diam, hatiku begitu bahagia di perhatikan kembali olehnya.
Berselang seminggu, Kevin nampaknya punya sedikit waktu lebih untukku. Kami makan di resto suatu mall, sudah lama kami tak makan bersama. Selama menunggu pesanan, Kevin pamit ke toilet dan lupa membawa handphone. Deringan itu membuatku penasaran, ternyata Tiara yang menelpon. Belum sempat aku menjawab ia sudah berbicara banyak tanpa sadar dan tahu yang mengangkat telponnya.
Mukaku memerah dan hatiku bagai ditimpa peti kemas yang menghimpit ragaku. Bibirku gemetar, darahku naik kekepala membuat sekujur tubuhku memanas. Suaranya begitu manja, "sayang buruan jemput aku di tempat biasa, udahlah jangan urusin cewek yang ga penting itu.. Buang waktu kamu aja." Seketika ia diam, aku pikir dia menyadari sesuatu, tapi ia malah melanjutkan dengan rayuan mendayu, "ya udah sayang aku tunggu sekarang ya." Kemudian telpon dimatikan begitu saja. Tidak lama berlalu, Kevin kembali duduk di hadapanku, ia tambak heran melihat mukaku merah redam menahan kekesalan. Ia kira aku sakit dan meraba dahiku, "kamu sakit sayang?" Aku hanya menggelengkan kepala dan menahan agar butiran air mata tak jatuh. Semakin kutahan maka rasanya semakin berderai air mataku. Aku beranjak dari kursi dan menuju ke pintu keluar. Kevin menarik tanganku, tapi ku palingkan muka. Di mobil ia menanyakan keadaanku tapi aku tetap diam seribu bahasa.
Akhirnya aku membuka kata meski bibir ini terasa kaku, kuutarakan keputusan untuk menjalani hidup masing-masing. Kevin kemudian memutar mobilnya dan menemukan tempat berhenti. Ia masih tak percaya kuucapkan kata putus padanya. Namun ia tak banyak berkata-kata. Dengan keraguan ia menyetujui keputusan itu. Mulai dari detik itu kami tak lagi bicara, sms, ataupun menelpon. Hubungan kami berakhir sampai disitu.
Aku tata kembali hidupku tanpa Kevin, tanpa orang yang kucintai. Awalnya berat, berselang seminggu dari hari itu ayah memanggilku dan mengajakku bicara yang tak biasa 'perjodohan'. Aku hanya tertunduk saat ayah bilang sudah menyiapkan calon tunangan untukku. Pertunangan yang akan mengikat kami hingga kami siap menikah. Ia anak dari seorang kenalan. Begitu rapinya ayah menyusun retorika yang isinya membujukku menyetujui pertunangan itu. Tak sampai hati ku 'iya kan' maksud baik ayah.
Hari yang ditentukan tiba, pertemuan antara kedua keluarga calon. Di sebuah hotel berbintang lima perjamuan itu berlangsung. Ayah sudah tau dimana ruang pertemuannya. Ia langsung membuka pintu, baru separuh pintu itu terbuka kulihat seorang pria tertunduk lesu di mejanya. Dan yang tak terbayangkan olehku kedua orang tua itu sangat kukenal. Laksana batu, aku terdiam sementara ayah mengajakku menuju ke meja mereka. Sampai akhirnya aku tertinggal dari ayah yang telah duduk di kursinya. "Ayo nak duduk disini!" Ajakan ayah membuat Kevin mengangkat mukanya dan terkejut melihat ayah di dekatnya. Aku yang masih mematung di depan pintu berjalan perlahan, sementara Kevin terperanjat melihatku. Orangtua Kevin tertawa pelan melihat sikap kami yang seperti melihat makhluk asing. "Vin, kenapa diem? Itu loh tunangan buatmu", mama Kevin menahan tawa. Hingga akhirnya terlepas juga saat melihat muka sang anak memerah karena malu. Kemudian kami bertukar cincin hanya dengan di saksikan orangtua kami.
Hingga saat inipun aku tak menyangka pacar bohonganku adalah jodoh yang ditangguhkan oleh Tuhan untukku, hingga akhirnya kami dipertemukan, saling mengenal, memahami dan saling mencintai hingga perjodohan sebagai salah satu rencana Tuhan bagi anak Adam yang saling memiliki separuh rusuk, dua hati dalam satu cinta.
Sore ini begitu indah, aku dan Kevin duduk di dekat dermaga sambil mengantar matahari kembali ke peraduan. Kami bahagia mengenang kisah cinta kami yang rumit. Silih berganti siang dan malam, pagi dan petang. Bahkan kami tertawa bersama dalam cahaya kemerahan yang menjelang gelap. Satu janji kami untuk tidak melepaskan gengeman meski apapun yang terjadi. "I love you Tina" dan aku membalas "I love you too sayang" kemudian kami tertawa lepas lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAPPILY!!

Puisi Untuk Sahabat